Taufan Pawe Akan Temui Gubernur Sulsel Untuk Bahas Persoalan Banjir

SERATUSNEWS.ID, PAREPARE — Sejak memasuki awal musim hujan dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini, sejumlah wilayah di Kota Parepare kewalahan menghadapi persoalan banjir yang sudah beberapa kali terjadi.

Tercatat, hanya berselang beberapa bulan, terjadi bencana banjir yang merusak rumah-rumah warga serta fasilitas umum, seperti pada Jumat 18 November 2022 lalu, dan yang terparah terjadi pada Rabu 1 Februari 2023 kemarin, hingga menelan korban jiwa.

“Setelah saya melihat secara kongkrit, saya bisa mengatakan bahwa musibah banjir kali ini sangat memprihatinkan jika dibanding dengan peristiwa banjir pada November tahun 2022 lalu. Kenapa saya berpendapat seperti itu, sebab banjir kali ini menyasar semua sendi-sendi fasilitas yang ada,” ucap Taufan Pawe di hadapan sejumlah wartawan, Minggu (5/2/2023).

Adanya dua aliran sungai yang membelah kota Parepare, yakni Sungai Salo Karajae dan Jawi-jawi, kata Taufan, berkontribusi menjadi penyebab terjadinya banjir.

“Dua daerah aliran sungai atau DAS yang membelah kota Parepare, yakni Sungai Salo Karajae dan Jawi-jawi memberikan kontribusi terjadinya banjir,” ucapnya.

Dirinya pun akan meminta kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, Sulawesi Selatan (Sulsel), agar melakukan pengerukan serta membuat Sheet pile atau metode yang dapat dijadikan sebagai penahan masuknya air yang ada di dalam tanah menuju lubang yang sudah digali, seperti yang telah dibuat di bagian hilir Sungai Salo Karajae, atau yang ada di wilayah Sumpang Minangae, Kota Parepare.

“Pada sungai Salo Karajae dan Jawi-jawi, ini perlu dilakukan pengerukan. Sebab, tinggi sedimen itu sudah sampai 10 meter. Tentu ini perlu berkoordinasi ke Pemprov Sulsel dan pihak Balai Pompengan,” jelas Taufan.

Selain itu, kata Taufan, wilayah Parepare berhadapan langsung dengan Selat Makassar, dan bagian hilir dari beberapa daerah sekitar seperti Kabupaten Sidrap dan Barru, kondisi ini bisa diperparah apabila terjadi pasang air laut.

“Insya Allah besok saya ingin bertemu pak Gubernur, agar kita duduk bersama dengan daerah sekitarnya, karena dampak perilaku masyarakat tetangga kita seperti contoh di Barru. Berdasarkan link pemberitaan yang ada saya baca, itu diindikasikan karena adanya perilaku tambang C dan pembabatan,” kata Taufan.

Selain itu, lanjut Taufan, minimnya wilayah resapan air akibat alih fungsi lahan, serta perusakan alam, dan pembukaan lahan perumahan yang tak menaati ketentuan peraturan yang berlaku, seperti pemenuhan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 20 persen serta mendirikan perumahan di sekitar sempadan sungai, juga menjadi faktor terjadinya banjir.

“Saya pernah disoroti oleh pengembang karena dianggap mempersulit keluarnya izin prinsip, inilah yang menjadi alasan mengapa saya selektif dalam mengeluarkan izin, sebab ada juga perumahan yang tidak mentaati aturan yang ada seperti pemenuhan ruang terbuka hijau atau RTH yang mesti disediakan seluas 20 persen. Contoh yang pernah saya temui, ada perumahan, dia bangun ruang terbuka hijaunya di tempat lain,” ungkapnya.

Untuk itu, lanjut Taufan, ke depan dirinya akan membentuk tim khusus untuk melakukan pencermatan pembangunan lahan perumahan.

“Para pengembang tetap diberikan ruang, tetapi harus menjaga lingkungan sekitarnya demi masyarakat. Banyaknya kompleks perumahan yang dibangun di Parepare, ini juga menjadi indikator bahwa perputaran ekonomi masyarakat berjalan baik,” paparnya.

Yang jelas kata Wali Kota Parepare dua periode ini, dengan adanya peristiwa bencana alam, negara atau pemerintah akan hadir, minimal separuh dari kerugian yang ditimbulkan akan ditanggung oleh pemerintah. (*)

Tinggalkan Balasan

tiktok downloader sssTIKTOK